Perbedaan Kualitas Sediaan Telur Ascaris lumbricaides Berdasarkan Variasi Konsentrasi Larutan Giemsa

Eleventi Oktarina Putri, Budi Santosa, Tulus Aryadi

Abstract


Infeksi kecacingan umumnya didiagnosis dengan pemeriksaan langsung pewarnaan Eosin 2% yang memberikan warna merah pada latar lapang pandang, warna kekuning-kuningan pada telur dan membedakan kotoran. Namun pewarna Eosin hanya spesifik untuk menentukan adanya infeksi telur A. Lumbricaides. Giemsa 5% menunjukan hasil mikroskopis yaitu latar belakang sediaan berwarna ungu terang dan lebih mudah untuk membedakan antara telur dan kotoran, morfologi telur morulla terwarnai merah cokelat dan bagian albuniod, hialin, dan vetialin terwarnai biru keunguan.  Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan kualitas telur A. lumbricaides pada konsentrasi Giemsa 3%, 4%, 5%, 6%, dan 7%. Jenis penelitian adalah eksperimental. Sampel yang digunakan adalah suspensi telur yang mendapat perlakuan pewarnaan dan pengulangan sebanyak lima kali. Hasil penelitian pada konsentrasi 3% dan 4% menunjukan lapisan vetialin, albuminoid jelas, warna kecoklatan, bentuk telur jelas, dan batas dinding antar lapisan jelas. Giemsa 5% menunjukan semua parameter terpenuhi pada 3 preparat, dan pada 2 preparat lapisan morula tidak tampak coklat kemerahan dan lapisan vetialin kurang jelas. Konsentrasi Giemsa 6% dan 7% kurang baik karena batas antar lapisan tidak jelas, morula merah gelap, dan lapisan vetialin tidak jelas.Uji Kruskal-Wallis menunjukan nilai p =  0,001, nilai p = <0,05 menunjukan terdapat perbedaan antara kualitas telur kualitas telur A. lumbricoides berdasarkan variasi konsentrasi larutan pewarna Giemsa. Uji Mann-Whitney diperoleh nilai P>0,05 pada perlakuan Giemsa 3%, 4%, dan 5% menunjukan tidak ada perbedaan kualitas. Pada perlakuan Giemsa 6% dan 7% hasil uji Mann-Whitney P<0,05 menunjukan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada kedua perlakuan tersebut.

Kata Kunci :KualitastelurA. lumbricoide,Konsentrasi Giemsa

ABSTRACT

Worm infections are generally diagnosed with a direct examination of Eosin 2% staining which gives a red color to the background, yellowish color on the egg and differentiates dirt. However, Eosin dye is only specific to determine the presence of infection with A. Lumbricaides eggs. Giemsa 5% showed microscopic results namely the background of violet and easier to distinguish between eggs and dirt, morphology of brown morula eggs and albuminoid, hyaline and vetialin purplish blue. The aim of this study was to compare the quality of A. lumbricaides eggs in Giemsa concentrations 3%, 4%, 5%, 6%, and 7%. This research is experimental. The sample used was egg suspension which was treated five times. The results of the study at concentrations of 3% and 4% showed vetialin layer, clear albuminoid, brownish color, clear egg shape, and clear wall boundary between layers. Giemsa 5% shows all parameters fulfilled in 3 preparations, and on 2 preparations the morula layer does not appear reddish brown and vetialin layer is less clear. Giemsa concentration is 6% and 7% less well because the boundary between layers is unclear, dark red morula, and vetialin layer is unclear. Kruskal-Wallis test showed p value = 0.001, p = <0.05 showed that there was a difference between the quality of egg quality of A. lumbricoides eggs based on variations in the concentration of Giemsa dye solution. Mann-Whitney test obtained P value> 0.05 in Giemsa treatment 3%, 4%, and 5% showed no difference in quality. In Giemsa treatment 6% and 7% Mann-Whitney test results P <0.05 showed that there were significant differences in both treatments.


Keywords


Quality of A. lumbricoides eggs; Giemsa concentration

Full Text:

PDF

References


Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Media Litbang Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Diagnosa Infeksi Cacing Tambang. Media Litbang Kesehatan.

Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta.

Inayati, N, Tantotos Erlin Yustin, Fihirudin., 2015. Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminthis pada penjual tanaman hias di Bintaro Kota Mataram.Tesis. Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram.

Maulida Aulia. 2016. Perbedaan Kualitas Sediaan Telur A.lumbrisoides, Linnaeus 1758 Menggunakan Pewarna Eosin dan Pewarna Giemsa. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Natadisastra, D. 2009. Penuntun Praktikum Ilmu Parasit (Protozologi) untuk Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. FK. Unpad: Bagian Parasitologi.

PeraturanMenteriKesehatan RI Nomor 15 tahun 2017 tentang penanggulangan cacingan, (2015).

Puasa, Romy. 2017. JurnalRisetKesehatan Vol: 6 No: 2. Ternate :Poltekkes Kemenkes Ternate

Putra, Teuku. 2010. JurnalKedokteranSyiah Kuala. Vol : 10 No : 2. Banda Aceh : FK Syiah Kuala.

Suryanta, dkk. 2013. Jurnal Teknologi Laboratorium, Vol. 3, No. 2. Yogyakarta :PoltekkesKemenkes Yogyakarta


Refbacks

  • There are currently no refbacks.